Selasa, 25 September 2012
Senin, 10 September 2012
Reruntuhan Sejarah di Kepulauan Seribu
28 April 2012
Teman-teman gue di Goodreads Indonesia senang sekali bercerita mengenai Pulau Onrust. Dahulu, mereka pernah menyelengarakan acara jelajah ke pulau tersebut. Pulau Onrust adalah salah satu pulau bersejarah dari banyak pulau di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Setelah sekian lama memendam keinginan untuk berkunjung ke sana, akhirnya kesempatan itu datang juga. Bersama dengan komunitas Nol Derajat Indonesia, gue akan menjelajah seharian ke Pulau Onrust, Pulau Kelor dan Pulau Cipir.
Dari kawasan Kota Tua, kami bertolak menuju Muara Kamal. Dari sanalah kami akan menaiki perahu menuju pulau-pulau tujuan. Pengalaman pertama gue ke Muara Kamal ini rasanya sama ketika gue ke Muara Angke. Keduanya membuat gue sedih karena melihat adanya kerusakan lingkungan yang nyata. Bau busuk, sampah yang berserakan serta air laut berwarna hitam pekat mnandakan bagaimana parahnya kondisi lingkungan sekitar Muara Kamal. Semoga saja kerusakan lingkungan ini masih bisa diperbaiki. Sehingga kawasan ini bisa menjadi pelabuhan, dermaga atau tempat tinggal yang sehat dan nyaman.
Dengan menaiki kapal kecil berpenumpang sekitar dua puluh orang, kami menuju ke pulau tujuan. Dalam perjalanan, kami melihat ada semacam tambak kerang hijau di tengah lautan yang kondisi airnya tidak bersih. Entahlah bagaimana pengaruh kerang hijau ini bagi kesehatan jika dikonsumsi. Sehingga pihak yang terkait dengan pengawasan makanan harus bertindak dengan tegas akan penjualan kerang hijau.
Pulau tujuan pertama kami adalah Pulau Kelor, pulau yang tidak begitu luas. Dari jauh kita bisa melihat Benteng Martello yang tidak utuh lagi. Benteng ini dibangun VOC untuk menghadapi serangan Portugis di abad 17. Pulau Kelor ini tidaklah begitu dirawat. Terlihat dari banyak sampah yang berserakan di sekitar pulau, bahkan di dalam benteng. Menurut pemandu kami, biasanya terdapat banyak kucing berkeliaran di pulau ini. Namun, ketika kami di sana tidak ada kucing yang terlihat. Konon keberadaan kucing-kucing tersebut dikaitkan dengan hal-hal mistis.
Kemudian dari Pulau Kelor , kami menuju pulau berikutnya yaitu Pulau Cipir. Untuk berkeliling di pulau ini, kami dikenakan retribusi sebesar dua ribu rupiah per orang. Di pulau ini terdapat reruntuhan bangunan bekas dari barak haji, rumah sakit dan tempat penampungan jemaah haji yang terkena penyakit menular. Kita juga bisa melihat meriam kuno berusia sekitar 3 abad buatan belgia yang terbuat dari tembaga.
Di ujung pulau ini juga terdapat pondasi jembatan yang sekiranya akan menghubungi Pulau Cipir denganPulau Onrust. Akan lebih baik lagi jika jembatan ini diteruskan pembangunannya oleh pemerintah. Setidaknya para pengunjung bisa pergi kedua tempat ini melalui jalur darat. Juga akan mempermudah perawatan dan pengembangan kedua pulau tersebut. Karena yang terlihat kini di Pulau Cipir hampir tidak terdapat fasilitas penunjang pariwisata yang memadai. Bahkan ada beberapa bangunan yang nampaknya tidak selesai dibangunan dan dibiarkan terbengkalai.
Setelah itu kami menuju Pulau Onrust yang telah terlihat cukup jelas dari Pulau Cipir. Gue melihat ada perbedaan yang mencolok dengan dua pulau yang telah gue kunjungi. Pulau Onrust dengan cukup apik dikembangkan sebagai tujuan wisata sejarah. Onrust sendiri berasal dari bahasa Belanda yang berarti“Tidak Pernah Beristirahat”. Pulau ini pernah dipakai sebagai pelabuhan VOC untuk kapal-kapal yang akan masuk ke Batavia, markas tentara Belanda dalam melakukan bongkar muat logistik perang hingga dijadikan karantina haji pada tahun 1911. Setelah Indonesia merdeka,Pulau Onrust dijadikan rumah sakit karantina bagi penderita penyakit menular, penampungan gelandangan dan pengemis juga latihan militer.
Tahun 1968, Pulau Onrust dijarah habis-habisan sehingga bangunan-bangunan bersejarah lenyap menyisakan puing-puing bangunan.Di sudut pulau ini terdapat pekuburan Belanda yang terdiri dari sekitar 40 makam. Kebanyakan yang dimakamkan adalah pemuda-pemudi Belanda yang mengidap penyakit tropis. Satu makam bisa diidentifikasikan dari prasasti pada nisannya, yaitu makam gadis Belanda bernama Maria. Konon, gadis yang meninggal muda di Hindia Belanda masih sering menampakkan sosoknya di malam hari.DiPulau Onrust ini juga terdapat museum yang berisikan tentang sejarah Pulau Onrust. Museum ini berisikan artefak, pecahan keramik, peralatan bangunan, peralatan tukang dari logam, meriam dan mata uang yang didapat dari proses ekskavasi.
Sekitar pukul tiga sore, kami pun kembali ke Jakarta daratan dan tiba di kawasan Kota Tua sekitar pukul lima sore. Echa mengajak gue untuk melihat gedung ex-Chartered yang terletak di Jalan Kali Besar Barat. Kemudian kami meneruskan perjalanan sepanjang jalan tersebut dan menemukan beberapa bangunan yang menarik. Di antaranya adalah Toko Merah, Gedung Samudera Indonesia hingga Jembatan Kota Intan. Akhirnya langit pun menggelap, pertanda kami harus mengakhiri penjelajahan hari ini. Senang sekali rasanya bisa memuaskan keinginan menjelajahi Pulau Onrust, Pulau Cipir dan Pulau Kelor. Masih banyak pulau lainnya di Kepulauan Seribu yang bisa dijelajahi. Hingga pada saatnya nanti, gue akan mengunjungi pulau-pulau tersebut.
NB: Selengkapnya foto-foto bisa dilihat di sini.
Menjelajahi Pulau-Pulau di Kepulauan Seribu
Koran SI - Koran SI
Sabtu, 14 Agustus 2010 12:43 wib
Pulau Rambut (Foto: Pulauseribu.net)
PULAU Tidung di Kepulauan Seribu boleh jadi sedang tren bagi pelancong dari Jakarta. Namun, kepulauan yang paling dekat dengan Ibu Kota ini sebenarnya punya pulau-pulau lain yang tak terlalu populer, tapi tetap menarik.
Jika dicermati dengan benar, Kepulauan Seribu adalah tempat wisata yang cenderung paling praktis dan murah meriah bagi pelancong dari Jakarta. Pertama, perjalanannya bebas macet karena sepenuhnya mengandalkan transportasi laut. Gugusan pulau yang terdekat bisa dicapai tak lebih dari 30 menit.
Coba bandingkan jika berwisata ke luar kota, seperti ke Puncak, Bogor, atau ke Bandung yang memakan waktu hingga berjam-jam. Jika dari Jakarta, titik keberangkatan bisa dipilih, yaitu dari Dermaga Marina Ancol atau Pelabuhan Muara Baru, Muara Angke.
Kedua, pelancong bisa melakukan island hopping atau mengelilingi beberapa pulau dalam satu kesempatan.
Untuk melakukannya, beberapa pelancong bisa pergi bersama dan menyewa speedboat, kapal yacht, atau kapal kayu nelayan. Harganya tentu saja tergantung pulau-pulau yang ingin dikunjungi. Misalnya saja, untuk speedboat kapasitas 28 orang dengan tujuan Pulau Bidadari, Ayer, dan Onrust, seharga Rp4 juta.
Untuk kapal yacht yang lebih mewah dengan kapasitas sekitar 25 orang dengan tujuan empat pulau- pulau yang berdekatan semisal Pulau Edam, Onrust, Untung Jawa, dan Rambut, ditaksir sekitar Rp5 juta.
Untuk kapal kayu nelayan harganya bisa jauh lebih murah. Jika ingin menggunakan kapal penumpang biasa, umumnya hanya berlabuh di pulau-pulau yang berpenghuni, seperti Pulau Untung Jawa atau Pulau Pramuka.
Keuntungannya, biaya lebih murah, namun tidak bisa melakukan island hopping. Karena kemudahannya, pulau-pulau di Kepulauan Seribu kini semakin dilirik para pelancong, khususnya yang berasal dari Jakarta .
Nah, pekan lalu harian Seputar Indonesia berkesempatan untuk mengikuti kegiatan “Wisata Edukasi” mengelilingi empat pulau di Kepulauan Seribu bersama Production House (PH) Tender Indonesia, yang juga membuat program perjalanan wisata, Backyard Adventure, yang tayang di salah satu televisi lokal di Jakarta. Pulau-pulau yang dikunjungi, antara lain Pulau Edam atau Damar, Pulau Onrust, Pulau Untung Jawa, dan Pulau Rambut. Berikut petikan perjalanannya.
PULAU EDAM/DAMAR
Pulau ini memang punya banyak nama. Nama resminya sebenarnya Pulau Edam. Namun para nelayan kerap menyebutnya sebagai Pulau Damar. Konon kabarnya, Pulau ini dulu banyak ditumbuhi pohon damar. Sedangkan orang Jakarta malah menyebutnya pulau monyet.
Pulau Edam menjadi tujuan pertama perjalanan kami. Dengan menggunakan kapal yacht dari Marina Ancol, kami hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk sampai.
Perjalanan tidak terlalu terasa karena kapal yacht yang kami tumpangi sangat nyaman, dilengkapi AC, ruang tamu, dan televisi besar yang bisa digunakan untuk karaoke. Sampai di Pulau Edam , tak banyak orang yang dijumpai.
Tentu saja, karena ini memang pulau yang tak berpenghuni. Saat kami datang, hanya ada beberapa orang yang sedang memancing. Namun bukan berarti tak ada yang bisa dilihat di Pulau Edam. Daya tarik utama pulau ini ialah mercusuar setinggi 65 meter yang dibangun pada 1879 dan masih terus digunakan hingga kini.
Lebih hebat lagi, sampai saat ini mercusuaryang dibangun di zaman raja Belanda ZM Willem II ini belum pernah direnovasi sama sekali. Bangunan luarnya masih sangat kuat, khas bangunan Belanda.
Mercusuar itu sendiri dibuat dari pelat besi yang digabungkan dengan baut dan mur. Nah, mercusuar inilah yang agak kurang terawat. Saat kami menaiki tangga sebanyak 16 lantai, anak tangga dan pegangan tangga banyak yang sudah berkarat. Jendela-jendelanya pun banyak yang tak lagi berkaca. Meski agak mengenaskan, namun begitu sampai di puncak mercusuar, pemandangan indah sudah menanti.
Dari ketinggian kurang lebih 65 meter, Teluk Jakarta yang biru menghampar luas, berpadu dengan hutan Pulau Edam, langit biru, plus gedung-gedung kota Jakarta yang samar terlihat. Di pinggir pantai jelas terlihat perubahan warna air dari hijau ke biru.
Selagi mengagumi pemandangan tersebut, angin sepoi-sepoi nan sejuk menyapu wajah kami. Sungguh menyenangkan. Karena nikmatnya berada di atas mercusuar, banyak dari kami yang enggan turun, malah terus sibuk berfoto-foto.
Setelah turun dari mercusuar, kami berbincang sejenak dengan salah satu penjaga mercusuar, Bapak Ngadi. Dia menjaga mercusuar bersama rekannya, selama minimal enam bulan. Berdua saja tinggal di satu pulau memang sulit dibayangkan oleh kami yang terbiasa dengan hiruk-pikuk Jakarta. Mungkin untuk mengatasi kesepian itu pula, keduanya mengasuh dua ekor anjing jantan.
“Lumayan untuk teman bermain,” kata Pak Ngadi.
PULAU ONRUST
Pulau kedua yang kami kunjungi ialah Pulau Onrust. Pulau ini jelas lebih populer daripada Pulau Edam dan dikenal karena banyak menyimpan peninggalan VOC saat Belanda menguasai Batavia.
Satu hal yang menandakan kalau pulau ini diplot sebagai tempat wisata ialah banyaknya warung makan yang berdiri di tempat ini, walau nyatanya hanya buka di akhir pekan saja. Daya tarik pulau ini ada pada sisa-sisa reruntuhan rumah sakit dan reruntuhan asrama haji yang pernah dipakai tahun 1930-an.
Reruntuhannya memang hanya menyisakan sisa-sisa tembok hingga tak tampak jelas kalau reruntuhan tersebut adalah bekas rumah sakit atau asrama haji. Hanya keterangan yang terpampang di depan reruntuhan yang menjelaskan fungsi bangunan tersebut di masa lalu.
Melihat ruangan yang tak seberapa luas dengan daya tampung sebuah ruangan asrama, tampaknya satu ruangan bisa sangat penuh sesak oleh calon jamaah haji. Di tengah-tengah pulau berdiri satu bangunan yang digunakan sebagai museum.
Museum ini dipenuhi gambar-gambar yang menandakan kesibukan luar biasa di pulau tersebut akibat adanya kegiatan bongkar muat logistik perang di zaman penjajahan Belanda.
Banyak pula benda-benda arkeologi atau sisa barang peninggalan Belanda, mulai dari tempat makan sampai sepatu besi yang berfungsi sebagai borgol bagi para narapidana yang ditahan di pulau tersebut.
Selain itu, pulau ini juga menjadi tempat pemakaman bagi para elite Belanda, termasuk seorang putri raja. Nisan putri ini dihiasi puisi dari suaminya. Beberapa orang kerap mendatangi makam ini sekaligus memberi sesajen makanan atau minuman. Saat kami datang ke makamnya, ada sesajen unik berupa sekaleng minuman keras yang ditaruh di pinggir nisan.
Menurut guide tourkami,beberapa penziarah memang sering memberi sesajen yang unik. Selain makam para petinggi Belanda, ada juga para narapidana yang meninggal di pulau. Konon kabarnya, makam pemimpin pemberontakan DI/TII, Kartosoewirjo ada di pulau ini. Karena banyak makam pula, banyak beredar kabar yang berbau mistis di pulau ini.
Meski begitu, kabar seram mengenai Pulau Onrust tak menyurutkan warga Jakarta untuk menginap dan bermalam di sini dengan tenda. Saat malam tahun baru, banyak juga warga Jakarta yang memilih datang untuk sekadar melihat pesta kembang api dari Jakarta yang jelas terlihat dari pulau ini.
PULAU UNTUNG JAWA
Pulau ini dikenal sebagai desa wisata nelayan. Sesuai julukannya, di sinilah tempat yang tepat untuk melahap berbagai makanan laut yang disajikan dengan berbagai macam cara, dari digoreng sampai dibakar.
Di sini pula rombongan kami menyantap makan siang sambil menatap ke pantai yang luas. Pulau Untung Jawa termasuk pulau yang ramai penghuninya. Selain menampung banyak rumah makanseafood, pulau ini juga kerap menjadi tempat berlibur dan beristirahat.
Ketika kami berkunjung ke sini, beberapa rombongan anak muda usia sekolah, yang jika ditilik dari dandanannya adalah anak muda Jakarta, tampak asyik berkeliling pulau, naik sepeda, atau sekadar bermain air di pantai.
Daya tarik lainnya di pulau ini ialah area hutan bakau atau mangrove yang cukup luas. Pengunjung bisa dengan nyaman berjalan di area yang sudah disediakan hingga bisa menikmati tanaman bakau yang erat melekat di tanah. Jika diperhatikan dengan jelas, biji-biji tanaman bakau yang jatuh ke tanah bisa dengan sendirinya menciptakan pohon bakau yang baru.
Sungguh ajaib, karena tampaknya tanpa dirawat pun tanaman bakau bisa tumbuh terus untuk melindungi pantai dari erosi dan air rob (air pasang). Sayangnya, di area ini banyak sampah (yang tampaknya dari Jakarta) yang tersangkut di sela-sela tanaman bakau.
Saat berada di area hutan bakau, jalan terus sampai ke pantai. Di wilayah pantai akan ditemukan tanaman-tanaman bakau yang tumbuh dangkal agak jauh ke pantai. Tempat ini cukup indah untuk dijadikan spot untuk berfoto.
PULAU RAMBUT
Pulau terakhir yang kami kunjungi ialah Pulau Rambut, akrab dengan julukan Pulau Kerajaan Burung.Tak heran, karena sekitar 20.000 burung hidup di pulau ini. Pada bulan Maret sampai September jumlahnya bisa meningkat karena ada migrasi dari Australia dan India.
Untuk melihat dengan jelas burung-burung yang bertebaran serta hutan yang melingkupi pulau, silakan naik ke menara yang terletak di tengah hutan. Di atas, keinginan melihat berbagai jenis burung bisa terpuaskan.
Hutan Pulau Rambut juga tergolong unik. Pasalnya, berbagai pohon “aneh” bisa dijumpai di dalamnya. Saat kami menyusuri hutan ini, kami menemukan pohon besar tumbang yang melintang di tengah jalan, namun akarnya masih tumbuh terus.
Menurut petugas Pulau Rambut, akar pohon digigit kepiting, namun tetap tumbuh sampai sekarang. Masuk lebih ke dalam, kami menemukan pohon yang cabangcabangnya membelit erat pohon yang ada di sebelahnya.
Jika dilihat dengan cermat, pohon itu seperti memeluk pohon di sampingnya. Sambil bercanda, petugas mengatakan pada kami bahwa itu adalah “pohon cinta setengah mati”.
Keanehan tak berhenti sampai di situ. Dalam perjalanan, kami juga menemukan pohon tumbang yang akarnya sangat indah. Lebih masuk lagi ke dalam,kami juga menemukan beberapa tanaman bakau. Saat beristirahat di tengah hutan, rasanya kami benar-benar berada di tengah hutan yang lebat. Kicauan burung terdengar di telinga. Sungguh sebuah harmoni yang indah. (nsa)
Jika dicermati dengan benar, Kepulauan Seribu adalah tempat wisata yang cenderung paling praktis dan murah meriah bagi pelancong dari Jakarta. Pertama, perjalanannya bebas macet karena sepenuhnya mengandalkan transportasi laut. Gugusan pulau yang terdekat bisa dicapai tak lebih dari 30 menit.
Coba bandingkan jika berwisata ke luar kota, seperti ke Puncak, Bogor, atau ke Bandung yang memakan waktu hingga berjam-jam. Jika dari Jakarta, titik keberangkatan bisa dipilih, yaitu dari Dermaga Marina Ancol atau Pelabuhan Muara Baru, Muara Angke.
Kedua, pelancong bisa melakukan island hopping atau mengelilingi beberapa pulau dalam satu kesempatan.
Untuk melakukannya, beberapa pelancong bisa pergi bersama dan menyewa speedboat, kapal yacht, atau kapal kayu nelayan. Harganya tentu saja tergantung pulau-pulau yang ingin dikunjungi. Misalnya saja, untuk speedboat kapasitas 28 orang dengan tujuan Pulau Bidadari, Ayer, dan Onrust, seharga Rp4 juta.
Untuk kapal yacht yang lebih mewah dengan kapasitas sekitar 25 orang dengan tujuan empat pulau- pulau yang berdekatan semisal Pulau Edam, Onrust, Untung Jawa, dan Rambut, ditaksir sekitar Rp5 juta.
Untuk kapal kayu nelayan harganya bisa jauh lebih murah. Jika ingin menggunakan kapal penumpang biasa, umumnya hanya berlabuh di pulau-pulau yang berpenghuni, seperti Pulau Untung Jawa atau Pulau Pramuka.
Keuntungannya, biaya lebih murah, namun tidak bisa melakukan island hopping. Karena kemudahannya, pulau-pulau di Kepulauan Seribu kini semakin dilirik para pelancong, khususnya yang berasal dari Jakarta .
Nah, pekan lalu harian Seputar Indonesia berkesempatan untuk mengikuti kegiatan “Wisata Edukasi” mengelilingi empat pulau di Kepulauan Seribu bersama Production House (PH) Tender Indonesia, yang juga membuat program perjalanan wisata, Backyard Adventure, yang tayang di salah satu televisi lokal di Jakarta. Pulau-pulau yang dikunjungi, antara lain Pulau Edam atau Damar, Pulau Onrust, Pulau Untung Jawa, dan Pulau Rambut. Berikut petikan perjalanannya.
PULAU EDAM/DAMAR
Pulau ini memang punya banyak nama. Nama resminya sebenarnya Pulau Edam. Namun para nelayan kerap menyebutnya sebagai Pulau Damar. Konon kabarnya, Pulau ini dulu banyak ditumbuhi pohon damar. Sedangkan orang Jakarta malah menyebutnya pulau monyet.
Pulau Edam menjadi tujuan pertama perjalanan kami. Dengan menggunakan kapal yacht dari Marina Ancol, kami hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk sampai.
Perjalanan tidak terlalu terasa karena kapal yacht yang kami tumpangi sangat nyaman, dilengkapi AC, ruang tamu, dan televisi besar yang bisa digunakan untuk karaoke. Sampai di Pulau Edam , tak banyak orang yang dijumpai.
Tentu saja, karena ini memang pulau yang tak berpenghuni. Saat kami datang, hanya ada beberapa orang yang sedang memancing. Namun bukan berarti tak ada yang bisa dilihat di Pulau Edam. Daya tarik utama pulau ini ialah mercusuar setinggi 65 meter yang dibangun pada 1879 dan masih terus digunakan hingga kini.
Lebih hebat lagi, sampai saat ini mercusuaryang dibangun di zaman raja Belanda ZM Willem II ini belum pernah direnovasi sama sekali. Bangunan luarnya masih sangat kuat, khas bangunan Belanda.
Mercusuar itu sendiri dibuat dari pelat besi yang digabungkan dengan baut dan mur. Nah, mercusuar inilah yang agak kurang terawat. Saat kami menaiki tangga sebanyak 16 lantai, anak tangga dan pegangan tangga banyak yang sudah berkarat. Jendela-jendelanya pun banyak yang tak lagi berkaca. Meski agak mengenaskan, namun begitu sampai di puncak mercusuar, pemandangan indah sudah menanti.
Dari ketinggian kurang lebih 65 meter, Teluk Jakarta yang biru menghampar luas, berpadu dengan hutan Pulau Edam, langit biru, plus gedung-gedung kota Jakarta yang samar terlihat. Di pinggir pantai jelas terlihat perubahan warna air dari hijau ke biru.
Selagi mengagumi pemandangan tersebut, angin sepoi-sepoi nan sejuk menyapu wajah kami. Sungguh menyenangkan. Karena nikmatnya berada di atas mercusuar, banyak dari kami yang enggan turun, malah terus sibuk berfoto-foto.
Setelah turun dari mercusuar, kami berbincang sejenak dengan salah satu penjaga mercusuar, Bapak Ngadi. Dia menjaga mercusuar bersama rekannya, selama minimal enam bulan. Berdua saja tinggal di satu pulau memang sulit dibayangkan oleh kami yang terbiasa dengan hiruk-pikuk Jakarta. Mungkin untuk mengatasi kesepian itu pula, keduanya mengasuh dua ekor anjing jantan.
“Lumayan untuk teman bermain,” kata Pak Ngadi.
PULAU ONRUST
Pulau kedua yang kami kunjungi ialah Pulau Onrust. Pulau ini jelas lebih populer daripada Pulau Edam dan dikenal karena banyak menyimpan peninggalan VOC saat Belanda menguasai Batavia.
Satu hal yang menandakan kalau pulau ini diplot sebagai tempat wisata ialah banyaknya warung makan yang berdiri di tempat ini, walau nyatanya hanya buka di akhir pekan saja. Daya tarik pulau ini ada pada sisa-sisa reruntuhan rumah sakit dan reruntuhan asrama haji yang pernah dipakai tahun 1930-an.
Reruntuhannya memang hanya menyisakan sisa-sisa tembok hingga tak tampak jelas kalau reruntuhan tersebut adalah bekas rumah sakit atau asrama haji. Hanya keterangan yang terpampang di depan reruntuhan yang menjelaskan fungsi bangunan tersebut di masa lalu.
Melihat ruangan yang tak seberapa luas dengan daya tampung sebuah ruangan asrama, tampaknya satu ruangan bisa sangat penuh sesak oleh calon jamaah haji. Di tengah-tengah pulau berdiri satu bangunan yang digunakan sebagai museum.
Museum ini dipenuhi gambar-gambar yang menandakan kesibukan luar biasa di pulau tersebut akibat adanya kegiatan bongkar muat logistik perang di zaman penjajahan Belanda.
Banyak pula benda-benda arkeologi atau sisa barang peninggalan Belanda, mulai dari tempat makan sampai sepatu besi yang berfungsi sebagai borgol bagi para narapidana yang ditahan di pulau tersebut.
Selain itu, pulau ini juga menjadi tempat pemakaman bagi para elite Belanda, termasuk seorang putri raja. Nisan putri ini dihiasi puisi dari suaminya. Beberapa orang kerap mendatangi makam ini sekaligus memberi sesajen makanan atau minuman. Saat kami datang ke makamnya, ada sesajen unik berupa sekaleng minuman keras yang ditaruh di pinggir nisan.
Menurut guide tourkami,beberapa penziarah memang sering memberi sesajen yang unik. Selain makam para petinggi Belanda, ada juga para narapidana yang meninggal di pulau. Konon kabarnya, makam pemimpin pemberontakan DI/TII, Kartosoewirjo ada di pulau ini. Karena banyak makam pula, banyak beredar kabar yang berbau mistis di pulau ini.
Meski begitu, kabar seram mengenai Pulau Onrust tak menyurutkan warga Jakarta untuk menginap dan bermalam di sini dengan tenda. Saat malam tahun baru, banyak juga warga Jakarta yang memilih datang untuk sekadar melihat pesta kembang api dari Jakarta yang jelas terlihat dari pulau ini.
PULAU UNTUNG JAWA
Pulau ini dikenal sebagai desa wisata nelayan. Sesuai julukannya, di sinilah tempat yang tepat untuk melahap berbagai makanan laut yang disajikan dengan berbagai macam cara, dari digoreng sampai dibakar.
Di sini pula rombongan kami menyantap makan siang sambil menatap ke pantai yang luas. Pulau Untung Jawa termasuk pulau yang ramai penghuninya. Selain menampung banyak rumah makanseafood, pulau ini juga kerap menjadi tempat berlibur dan beristirahat.
Ketika kami berkunjung ke sini, beberapa rombongan anak muda usia sekolah, yang jika ditilik dari dandanannya adalah anak muda Jakarta, tampak asyik berkeliling pulau, naik sepeda, atau sekadar bermain air di pantai.
Daya tarik lainnya di pulau ini ialah area hutan bakau atau mangrove yang cukup luas. Pengunjung bisa dengan nyaman berjalan di area yang sudah disediakan hingga bisa menikmati tanaman bakau yang erat melekat di tanah. Jika diperhatikan dengan jelas, biji-biji tanaman bakau yang jatuh ke tanah bisa dengan sendirinya menciptakan pohon bakau yang baru.
Sungguh ajaib, karena tampaknya tanpa dirawat pun tanaman bakau bisa tumbuh terus untuk melindungi pantai dari erosi dan air rob (air pasang). Sayangnya, di area ini banyak sampah (yang tampaknya dari Jakarta) yang tersangkut di sela-sela tanaman bakau.
Saat berada di area hutan bakau, jalan terus sampai ke pantai. Di wilayah pantai akan ditemukan tanaman-tanaman bakau yang tumbuh dangkal agak jauh ke pantai. Tempat ini cukup indah untuk dijadikan spot untuk berfoto.
PULAU RAMBUT
Pulau terakhir yang kami kunjungi ialah Pulau Rambut, akrab dengan julukan Pulau Kerajaan Burung.Tak heran, karena sekitar 20.000 burung hidup di pulau ini. Pada bulan Maret sampai September jumlahnya bisa meningkat karena ada migrasi dari Australia dan India.
Untuk melihat dengan jelas burung-burung yang bertebaran serta hutan yang melingkupi pulau, silakan naik ke menara yang terletak di tengah hutan. Di atas, keinginan melihat berbagai jenis burung bisa terpuaskan.
Hutan Pulau Rambut juga tergolong unik. Pasalnya, berbagai pohon “aneh” bisa dijumpai di dalamnya. Saat kami menyusuri hutan ini, kami menemukan pohon besar tumbang yang melintang di tengah jalan, namun akarnya masih tumbuh terus.
Menurut petugas Pulau Rambut, akar pohon digigit kepiting, namun tetap tumbuh sampai sekarang. Masuk lebih ke dalam, kami menemukan pohon yang cabangcabangnya membelit erat pohon yang ada di sebelahnya.
Jika dilihat dengan cermat, pohon itu seperti memeluk pohon di sampingnya. Sambil bercanda, petugas mengatakan pada kami bahwa itu adalah “pohon cinta setengah mati”.
Keanehan tak berhenti sampai di situ. Dalam perjalanan, kami juga menemukan pohon tumbang yang akarnya sangat indah. Lebih masuk lagi ke dalam,kami juga menemukan beberapa tanaman bakau. Saat beristirahat di tengah hutan, rasanya kami benar-benar berada di tengah hutan yang lebat. Kicauan burung terdengar di telinga. Sungguh sebuah harmoni yang indah. (nsa)
31 Juli 2012
| Penulis: Jonoichi
Pesona pulau seribu sebagai destinasi wisata tidak hanya terdapat pada keindahan pulau2nya seperti di p.tidung, pramuka, pari atau bidadari tapi mungkin belum banyak yang tau akan potensi wisata lain yang lebih menarik yaitu wisata sejarah yang terdapat pada gugusan pulaunya seperti kelor, cipir, onrust yang dahulu kala menjadi asal mula penjajahan bangsa Belanda di Indonesia.
Saya mendapat info dari sebuah grup di fb yg akan mengadakan trip sehari ke tiga pulau bersejarah ini dan tanggal 15 april kemaren jadi tanggal perjalanan ke 3 pulau tersebut.
Pas hari H kita semua ketemu di meeting point dermaga muara kamal
Akses ke dermaga muara kamal
-Bisa ditempuh dengan naik transjakarta jurusan harmoni-kalideres terus turun di halte rawabuaya, dari situ nyebrang ke utara halte terus nyambung naik omprengan carry plat hitam turun di tempat pelelangan ikan muara kamal dari situ jalan kaki ke dermaganya. Total biayanya Transjakarta Rp 3500 + Omprengan Rp 5000 jadi total Cuma Rp 8500
-Bisa ditempuh dengan naik transjakarta jurusan harmoni-kalideres terus turun di halte rawabuaya, dari situ nyebrang ke utara halte terus nyambung naik omprengan carry plat hitam turun di tempat pelelangan ikan muara kamal dari situ jalan kaki ke dermaganya. Total biayanya Transjakarta Rp 3500 + Omprengan Rp 5000 jadi total Cuma Rp 8500
Setelah sampe di meeting poin semua peserta di data ulang sebelum berangkat, disini rombongan di bagi 2 perahu dengan total peserta sekitar 50 orang
Pas pukul 08.00 pagi perahu yang membawa rombongan berangkat menuju destinasi pertama yaitu pulau kelor. Perjalanan sekitar setengah jam dari dermaga muara kamal.
Pulau KELOR
Pulau KELOR
Akhirnya tiba juga di tujuan pertama yaitu pulau kelor, menurut penjelasan dari tour guidenya pulau ini dulunya adalah bekas benteng VOC yg dibangun buat melawan serangan potugis pada abad 17, disini juga terdapat kuburan kapal tujuh atau Seven Provicien yang waktu itu itu berontak melawan belanda tapi sayang gugur ditangan belanda mirisnya di kapal itu juga ada awak kapal dari Indonesianya.
Dahulunya pulau ini adalah slah satu benteng pertahanan hindia belanda yang memusatkan kegiatannya di p.onrust, setidaknya ada 3 benteng mortello di gugusan pulau yaitu di onrust, kelor dan bidadari, tapi sayangnya Cuma 2 yang masih meniggalkan jejaknya sementara benteng yang di pulau onrust uda hilang akibat penjarahan besar2an tahun 60an
*FYI ternyata ada yang unik di benteng mortello p.kelor ada kaktus besar yang bisa tumbuh diatas benteng mortello, ko bisa kaktus yang notabene hanya bisa tumbuh di daerah gurun bisa ada di atas benteng mortello….?
Pulau CIPIR
Setelah habiskan waktu sejam lebih di P.kelor buat dengerin penjelasan ama foto2 perjalanan dilanjutin lagi ke tujuan selanjutnya yaitu p.cipir. Perjalanan naik perahu dari kelor ke cipir lumayan deket sekitar 10 menit.
p.cipir juga menyimpan peninggalan sejarah yang luar biasa seperti di onrust. Jadi dulunya pulau ini jadi tempat karantina calon jemaah haji(1911-1933) dan sekarang tinggal puing2nya aja bekas barak haji, rumah sakit, dan tempat penampungan jemaah haji yang kena penyakit menular.
Di pulau ini juga terdapat meriam kuno berusia sekitar 3 abad buatan belgia yang dulunya berfungsi sebagai senjata pertahanan
Di ujung pulau ini terdapat pondasi jembatan ponton, yang sudah ada sejak 1911 sebagai dermaga kecil pulau cipir. Setelah Indonesia merdeka dermaga ini digunakan sebagai tempat penerimaan kedatangan jemaah haji untuk di karantina.
*FYI asal usul gelar haji dulunya di mulai dari sini loh, jadi dulu setiap orang yang berangkat ke Mekah dibilangnya sudah haji, tapi menurut cerita pas jaman belanda dulu semua calon jemaah haji yang ditampung disini sama sekali belum pernah nyampe tanah suci karena propaganda pemerintah belanda satu persatu calon jemaah dibunuh/diracun dan mayatnya dibuang kelaut, jadi buat ngilangin jejak pemerintah belanada beralasan kapal yang membawa calon jemaah haji karam kena badai, makanya buat menghibur keluarga calon jemaah di bialanginnya sudah HAJI padahal belom nyampe mekah, Pemerintah belanda ngelakuin ini karena takut calon jemaah haji yang pulang nantinya ke Indonesia jadi pemberontak melawa belanda.
Pulau ONRUST
Pulau ONRUST
Dan perjalan masih berlanjut setelah mendengarkan sejarah di pulau cipir rombongan di ajak ke tujuan terakhir yaitu pulau onrust, pulau yang memiliki sejarah panjang dibanding dengan pulau pulau lain di nusantara.
Setibanya disini rombongan dipersilahkan untuk beristirahat sejenak, dan saya memanfaatkan kesempatan ini untuk sholat dan abis itu mencoba makanan di pulau ini, disini ada rumah makan punya warga setempat harganya lumayan murah lah ga jauh beda kaya di daratan hitung2 support usaha lokal.
Oke sekarang cerita dari pulau onrust
Pada abad ke 17 dan 18 masehi pulau ini adalh pelabuhan VOC sekaligus tempat perbaikan kapal sebelum dipindahkan ke pelabuhan tanjung priok, sejak saat itu pulau ini dinamakan onrust karena kesibukannya. Onrust sendiri dalam bahasa belanda artinya tidak pernah istirahat.
Pada abad ke 17 dan 18 masehi pulau ini adalh pelabuhan VOC sekaligus tempat perbaikan kapal sebelum dipindahkan ke pelabuhan tanjung priok, sejak saat itu pulau ini dinamakan onrust karena kesibukannya. Onrust sendiri dalam bahasa belanda artinya tidak pernah istirahat.
Di pulau ini juga ada museum arkeolognya loh tempat menyimpan artefak(benda2 bekas kependudukan di pulau onrust)
Pada jaman jepang pulau ini dijadikan penjara bagi tahanan kelas berat dan tahanan politik seperti Aidit dan Lukman yang kemudian jadi tokoh PKI, setelah Indonesia merdeka pulau ini sempat dijadikan sebagai tempat para tunawisma. Disinyalir pula pulau ini jadi tempat eksekusi pemimpin DI/TII Kartosuwiryo
Di sebelah barat pulau ini masih tersisa pemakaman Belanda. Dulunya pemakamannya luas tapi karena abrasi selama bertahun tahun jadi tinggal sedikit yang tersisa. Di situ ada makam WILLEMSE VOGEL kelahiran Edam Belanda(1738) terus ada kepala pulau Onrust Anna Andriana Duran (1772) puterinya Bastian Duran dan Maria van de Velde(1721) kelahiran Amsterdam yang meninggal di usia 28 akibat penyakit kencing tikus, dan pada makam maria tertulis sebuh kalimat dalam bahasa belanda yang bertuliskan
Tel leven Hadde God Haar
T leven Willen Sparen
Dogh T Blijckt Jehova Heeft
Dat Door Den Doot Belet
Maria dies Is Weg
Maar Neen K Herroep Dat Woort
Als Onbedagh Gesprokeen
En T Sy Van Myn Aanstont
Op Hesterdaat Gevrokeen
Maria Leeft by Haar Heer
Gebooren Tot Amsterdam
Deen 29 Desember 1693
Gestroven Den 19 November
Anno Op Onrust 1721
T leven Willen Sparen
Dogh T Blijckt Jehova Heeft
Dat Door Den Doot Belet
Maria dies Is Weg
Maar Neen K Herroep Dat Woort
Als Onbedagh Gesprokeen
En T Sy Van Myn Aanstont
Op Hesterdaat Gevrokeen
Maria Leeft by Haar Heer
Gebooren Tot Amsterdam
Deen 29 Desember 1693
Gestroven Den 19 November
Anno Op Onrust 1721
Yang klo di terjemahin ke bahasa Indonesia :
Jenazah Maria Van de Velde
Dimakamkan di sini
Yang patut masih dapat hidup
Bertahun-tahun
Seandainya Tuhan berkehendak
Tetapi ternyata, Jehova (Tuhan)
Telah menghalangi dia dengan kematian
Maria telah pergi,
Maria telah tiada!
Tetapi, tidak! Saya tarik kembali kata itu.
Sebagai yang diucapkan tanpa berpikir
Dan itu dapatlah
Karena ketergesa-gesaanku,
langsung dihukum!
Sekarang baru Maria hidup.
Sekarang ia hidup dengan Tuhannya
Lahir di Amsterdam
Pada anggal 29 Desember 1693
Wafat pada tanggal 19 November
Di Pulau Onrust tahun 1721
Dimakamkan di sini
Yang patut masih dapat hidup
Bertahun-tahun
Seandainya Tuhan berkehendak
Tetapi ternyata, Jehova (Tuhan)
Telah menghalangi dia dengan kematian
Maria telah pergi,
Maria telah tiada!
Tetapi, tidak! Saya tarik kembali kata itu.
Sebagai yang diucapkan tanpa berpikir
Dan itu dapatlah
Karena ketergesa-gesaanku,
langsung dihukum!
Sekarang baru Maria hidup.
Sekarang ia hidup dengan Tuhannya
Lahir di Amsterdam
Pada anggal 29 Desember 1693
Wafat pada tanggal 19 November
Di Pulau Onrust tahun 1721
Memang dulu sejarahnya penduduk pulau onrust rata2 mati di usia muda kurang dari 50 tahun, sebabnya dulu dulu di pulau ini terkena wabah penyakit kencing tikus, makanya pemerintah setempat dulu membangun di setiap rumah pagar anti tikus
Tikus2 itu sendiri konon bisa sampe ke pulau akibat terbawa oleh kapal2 belanda yang singgah di pulau ini.
*FYI pulau ini juga sempat dikunjungi penjelajah barat yang diklaim sebagai penemu benua Australia, James Cook. James Cook sempat mampir ke Pulau Onrust guna memperbaiki kapalnya “Endeavour” yang rusak berat setelah menjelajahi separuh dunia. “James Cook pernah ke pulau Onrust untuk memperbaiki kapalnya,”
konon katanya di pulau ini ada bunker bawah tanah(yang desas desusnya tersimpan harta karun VOC berupa batangan emas) tapi sekarang bunkernya uda ditutup gara2 banyak orang yang penasaran ama isu tersebut.
konon katanya di pulau ini ada bunker bawah tanah(yang desas desusnya tersimpan harta karun VOC berupa batangan emas) tapi sekarang bunkernya uda ditutup gara2 banyak orang yang penasaran ama isu tersebut.
Dan akhirnya perjalanan seru ini harus diakhiri ga terasa jam sudah menujukan pukul 15.00 setelah foto2 untuk kenang-kenagan semua rombongan diajak kembali ke dermaga muara kamal untuk pulang kerumah masing masing.
Kesimpulan yang saya dapat dari perjalanan sehari ke tiga pulau tadi adalah
Pesona kepualan seribu tidak hanya terdapat pada keindahan pantainya saja tapi juga bisa dilihat dari banyaknya nilai sejarah yag bisa diambil dari gugusan pulaunya seperti di ketiga pulau tadi. Tapi sayang masalah klasik seperti kebersihan masing pulau masih jadi keprihatinan bayak sampah dimanana mana ditambah air lautnya juga kotor problem itu masih jadi hambatan.
Langganan:
Postingan (Atom)